Cintaku Pada Rokok Berbuah Kanker Paru dan Kanker Usus
Bulan November 2005 adalah bulan kelabu dimana aku divonis dokter terkena kanker paru-paru dan harus dilakukan pengangkatan sebagian paru kanan atasku yang ada kankernya. Kejadiannya setelah Hari Raya Idul Fitri 2005 aku merasakan badanku yang kurang sehat dan cenderung setiap hari berat badanku turun 1/4 kg sementara aku makan seperti biasa.
Dari situlah aku memeriksakan diri ke laboratorium untuk melakukan general cek up, karena sejak berhenti sebagai atlit nasional, aku belum pernah cek up lagi. Dan hasil dari cek up itulah ketahuan kalau di paru sebelah kanan atasku ada tumor sebesar 6 (enam) sentimeter. Sebelumnya aku sudah ada perasaan kalau terkena kanker paru karena aku adalah perokok berat (satu hari rata-rata bisa sampai 60 batang rokok). Saat itu aku menerima dengan tegar karena aku merasa penyakit tersebut akibat dari kebiasaanku merokok sejak remaja.
Ironis memang, sementara aku adalah seorang mantan pemain bahkan kapten tim nasional di cabang softball era tahun 1980-1990, yang seharusnya hidup tanpa tembakau/rokok. Padahal sudah gak bosan-bosannya lingkungan di sekitarku menganjurkan aku untuk berhenti merokok tetapi aku menjawab dengan sombong bahwa aku kan atlit, jadi ada alasan untuk merokok tapi sehat. Memang saat itu tidak terlihat akibat dari rokok yang katanya bila seseorang itu merokok maka dia tidak akan kuat untuk berlari jauh, atau dengan kata lain perokok napasnya jadi pendek. Itu tidak terjadi pada diriku. Dan memang aku buktikan di setiap latihan atau dalam pelatnas (pemusatan latihan nasional) kondisi badanku oke-oke aja, jadi buat aku merokok tidak ada pengaruhnya sama sekali.
Kebetulan dokter yang memeriksaku setelah ada hasil dari foto rontgen adalah kakakku sendiri yang dokter spesialis paru (Dr. Menaldy Rasmin SpP(K) ). Setelah melalui pemeriksaan yang lebih mendetail yaitu dilakukan broncoscopy dan biopsy, tidak ada jalan lain kecuali dilakukan operasi pengangkatan paru kanan bagian atas yang telah terkena kanker.
Saat itulah aku mulai takut karena terus terang selama hidup aku belum pernah yang namanya sakit berkepanjangan apalagi operasi dan harus diopname. Aku mulai menghindar setiap kali kakakku menanyakan kapan siap dioperasi. Aku hanya menjawab besok, besok, dan besok, yang sebenarnya sih aku amat sangat ketakutan untuk operasi. Malahan aku sempat lari ke pengobatan alternatif. Ternyata tidak membuahkan hasil yang aku harapkan.
Aku lalu datang ke tempat praktek kakakku dan menanyakan akibatnya bila aku gak mau operasi (sewaktu aku ke pengobatan alternatif kakakku gak tau). Kakakku bilang kalau aku gak dioperasi akan terjadi pembengkakan di tubuh bagian kanan, mulai dari tangan kanan terus ke dada kanan. Nah kalau sudah terjadi pembengkakan maka tidak bisa dilakukan operasi, yang ada hanya bila sakit akan diberi obat anti sakit, bila sesak napas akan diberi obat sesak napas, dengan kata lain aku tinggal menghitung hari untuk mati. Di situlah aku makin ketakutan, menyerah serta pasrah untuk dioperasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar